Isu perubahan iklim bukan hal yang asing lagi di seluruh dunia, khususnya pada negara-negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia dan lainnya konsisten melakukan kajian untuk menangani isu tersebut. Indonesia sebagai negara berkembang tidak luput dari dampak perubahan iklim, terbukti dengan masa terjadinya musim hujan dan musim kemarau yang tidak menentu yang kerap menyebabkan kekeringan berkepanjangan. Mirisnya, pemerintah, akademisi dan juga masyarakat masih belum banyak yang tertarik dan andil dengan penanganan isu perubahan iklim.
Permasalahan tersebut menarik perhatian salah satu warga Aceh, Haekal Siraj, S.IP. yang kini menempuh kuliah S2 jurusan MSc International Relations di University of Edinburgh, the United Kingdom, yang dibiayai oleh Kementerian Pendidikan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) x Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
“Saya sekarang menempuh kuliah ini tentunya ingin mendalami isu perubahan iklim yang sesuai dengan jurusan saya, yakni Hubungan Internasional,” kata Haekal saat diwawancarai Majalahpatriot.id.
Bermula Terjadinya Kekeringan di Mata Ie di Aceh
Haekal menjelaskan ketertarikan pada isu perubahan iklim bermula terjadinya kekeringan pada Mata Ie atau dalam bahasa Indonesia adalah sumber mata air. Kekeringan yang terjadi sejak 2012 lalu mengunggahnya untuk andil dalam penanganan perubahan iklim tersebut karena dampaknya dirasakan oleh keluarganya dan juga masyarakat setempat.
“Bahkan saat itu kami semua sampai melakukan sholat meminta turun hujan karena kekeringan dan musim kemarau yang panjang,” Haekal menambahkan.
Setelah terjadi kekeringan tahun 2012, Haekal menjelaskan setiap memasuki musim kemarau masyarakat harus membeli air bertangki-tangki untuk kelangsungan hidupnya. Dirinya merasa heran karena daerah bernama “Mata Ie” (Mata Air) bisa mengalami kekeringan dampak dari perubahan iklim.
Ingin Menggalakkan Isu Perubahan Iklim Sebagai Dosen Setelah Kuliah S2 di Inggris
Haekal merasa dalam menangani isu perubahan iklim tidak bisa dilakukan seorang diri, namun dibutuhkan peran dan kesadaran pemerintah, praktisi, akademisi dan juga masyarakat. Dengan latar belakang sarjana Hubungan Internasional di Universitas Andalas, Haekal memperdalam pengetahuannya tentang isu iklim dengan kuliah di Inggris yang banyak melakukan kajian pada isu perubahan iklim.
“Saya ingin menjadi dosen setelah kuliah S2, tentunya sebagai pendidik yang fokus pada isu perubahan iklim. Karena yang saya amati selama ini belum ada mata kuliah Hubungan Internasional di Indonesia yang konsen pada isu tersebut,” paparnya.
Menurutnya, dengan menjadi pendidik Ia akan mudah mengajak masyarakat melalui mahasiswanya untuk peduli dan menangani isu perubahan iklim.
Program Beasiswa Pendidikan Indonesia Membantu Mencapai Tujuannya
Program beasiswa pendidikan Indonesia yang diselenggarakan Kemendikbudristek sebagai solusi Haekal dalam mencapai tujuannya dalam mengedukasi masyarakat tentang isu perubahan iklim. Pasalnya program beasiswa untuk S2 dan S3 dalam dan luar negeri yang dibiayai oleh LPDP ini membantunya untuk menempuh pendidikan di Inggris yang memiliki sistem pendidikan unggul dalam isu iklim.
“Program ini memang khusus pada kategori tertentu, seperti dosen, pelaku budaya dan mahasiswa yang berprestasi,” kata dia.
Beasiswa yang diperoleh ini menanggung kebutuhan selama belajar seperti buku, akomodasi, tunjangan hidup. Bahkan yang menjadi pembeda pada beasiswa lain adalah pembiayaan untuk penerbitan jurnal internasional scopus Q1 dan Q2.
Kesan Tujuh Bulan Menempuh Pendidikan di Inggris
Banyak pemahaman dan ilmu baru yang diperoleh selama tujuh bulan kuliah di Inggris. Dua mata kuliah yang sesuai dengan konsentrasinya adalah mata kuliah “Global Environment and Society” yang membahas tentang negara Indonesia seperti sertifikasi internasional produksi sawit ramah lingkungan (RSPO) yang tidak menyelesaikan masalah kebakaran hutan. Selanjutnya mata kuliah Energy Policy and Politics yang membahas cara masing-masing negara untuk transisi energi tidak ramah lingkungan ke energi ramah lingkungan.
“Seperti di Indonesia ini kan berpotensi menciptakan energi ramah lingkungan. Seperti pemanfaatan matahari karena dibawah garis Khatulistiwa untuk membuat solar panel, energi air, dan juga energi angin,” kata dia.
Ia berharap program beasiswa yang disediakan pemerintah dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Karena Pemerintah Indonesia saat ini telah memberikan kesempatan pada semua orang untuk menempuh pendidikan di kelas dunia.
“Mungkin hanya orang kaya dan orang tertentu yang bisa kuliah luar negeri, tapi program ini semua masyarakat meski dengan kondisi ekonomi rendah atau kondisi tertentu bisa,” katanya. Fiy.
Mencoba beasiswa sekali langsung lulus itu luar biasa, tapi sangat jarang itu terjadi, bagi scholarship hunter jangan patah semangat jika gagal, karena setiap orang pasti ada kesempatan gagal. Jangan patah semangat ketika ada pengumuman gagal beasiswa.