“Yang mampu bertahan di masa depan nanti bukanlah ia yang paling kuat atau yang paling pintar, melainkan ia yang paling responsif terhadap perubahan. Begitupula dengan Perguruan tinggi,” tutur Dr. KH. Abdul Wahid Maktub-Staf Khusus Menristekdikti mengutip kata-kata Charles Darwin, Rabu (25/9). Dalam era revolusi industri 4.0 yang erat kaitannya dengan era disruptif, membuat sistem yang ada menjadi mudah basi. Gus Wahid-sapaan akrabnya, menyebutkan dosen maupun perguruan tinggi juga memiliki kemungkinan besar untuk mengalami hal yang serupa. “Ciri desruptif, kan, begitu. Bisa jadi menimpa kita, dosen menjadi basi,” ucapnya.
Dalam kuliah umum yang bertajuk “International Collaboration in The Disruption Era 4.0”, mantan Duta Besar untuk Qatar itu menjelaskan bahwa saat ini kita berada pada realitas baru dengan tantangan baru dan peluang baru. “Kita memasuki dunia dengan new challenges. Tidak bisa pakai cara lama, sudah tidak nyambung. Ini adalah impact yang harus kita antisipasi. Kalau tidak, kita bisa kena dampak jadi basi,” paparnya.
Oleh karenanya, respon cepat dibutuhkan untuk merespon perubahan yang bergerak tak kalah cepat. Gus Wahid menuturkan bahwa respon cepat tersebut mampu terwujud dengan adanya new atmosphere, new character dan new tradition. “Kita tidak bisa menyendiri. Harus banyak melakukan inovasi, pembaharuan. Kalau tidak adaptif, bisa mengalami kesulitan besar,” tambahnya.
Untuk meningkatkan eksistensi kampus, Gus Wahid menekankan untuk melakukan kolaborasi dengan pihak industri. “Semua Perguruan Tinggi di negara maju punya hubungan bagus dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri. Memang harus ada link dengan industry dan society,” tukasnya. Sementara untuk meningkatkan eksistensi pergaulan internasional, ia menyarankan untuk aktif menjalin relasi dan membangun networking dengan perguruan tinggi baik dalam maupun luar negeri.